Sudah cukup lama sebenarnya saya ini tidak percaya lagi terhadap keberadaan hantu, jin, setan dsb. Tapi tiap kali saya melewati atau mendatangi tempat-tempat yang sedari kecil dimitoskan berhantu, bulu kuduk ini masih berdiri, jantung berdegup kencang, nafas memburu, saya masih cukup susah menenangkan diri. Kenyataan yang mencerminkan sekalipun alam sadar saya sudah tak percaya lagi hantu, tapi tidak untuk alam bawah sadar saya..., klenik akan hantu masih tergurat kuat sehingga masih cukup kuat pula mempengaruhi-mengacaukan-menipu persepsi fisik-mental sadar saya, merusak otak saya.
Hantu itu sebenarnya memiliki mekanisme terbentuk-tercipta yang seratus persen sama dengan Tuhan (sebagaimana digambarkan agama-agama). Sejatinya tidak ada, dia ada semata karena kita mengimani, memprasangkakan, meng-angankan dan mengharapkan dia ada. Iman, prasangka, angan-angan, harapan adalah energi yang akan selalu berusaha menemukan jalan mewujudkannya. Sayangnya, saat itu dibiarkan atau dipaksa melampaui batas-batas realitas, kapasitas atau takdir, dia akan berontak, menjadi bumerang, bukannya akan mewujudkan apa yang kita imani, prasangkakan, angankan dan harapkan, malah hanya akan membalikkan persepsi kita sehingga seolah-olah kita merasa iman, prasangka, angan-angan, harapan kita telah terwujud atau terbukti padahal sama sekali tidak, kita hanya mengalami ilusi, delusi, halusinasi. Beriman terhadap Tuhan (sebagaimana digambarkan agama-agama) pada akhirnya akan memiliki dampak yang sama dengan beriman terhadap hantu, kerusakan otak, wajar saja, sebabnya sama, pemaksaan terhadap otak menghadirkan sesuatu yang sejatinya tidak ada.
Guru saya dulu sering mengadakan ritual atau atraksi pemanggilan hantu, dia bisa menghadirkan hantu jenis apapun, kuntilanak, gendruwo, pocong dan lain-lain. Hantu itu bisa dilihat, diajak bicara bahkan diambil gambarnya. Orang-orang awam tentu akan mengira itu hantu betulan, padahal guru saya sendiri berkata, itu hantu-hantuan, produk pikiran, siapapun bisa menghadirkan hantu jenis apapun asal mau belajar memfokuskan pikirannya. Pikiran yang terfokus akan menjadi "proyektor" yang mampu menghadirkan adegan apapun baik yang fiktif, hasil terawangan atau telepati. Hantu yang "benar" paling mungkin hanyalah memori, ide, kehendak seseorang atau suatu peristiwa yang kemudian terputar kembali oleh orang-orang yang memiliki indra sensitif. Mekanismenya sama seperti sebuah DVD, walaupun adegan di dalamnya tampak sangat hidup dan nyata, tapi hakikatnya mati-fiktif, DVD hanya memutar kembali sesuatu yang pernah hidup dan nyata, dia tidak punya otonomi, hanya bisa hidup jika ada yang menghidupkan.
Tauhid, Ketuhanan Yang Maha Esa, Bhinneka Tunggal Ika, hanya akan tergapai jika kita berhenti memberi gambaran akan Tuhan-Sang Kebenaran untuk kemudian ikhlas menerima gambaran yang diberikan olehnya. Sayangnya, agamalah yang biasanya paling intens memberi gambaran akan Tuhan. Ironis sebenarnya, mereka-agama paling berisik bicara tauhid serta paling keras mengklaimnya, tapi jalan-jalan menuju pengertian akannya, justru diingkarinya. Jelas, sejatinya mereka hanya sedang berusaha mentauhidkan klenik, angan-angan bahkan hawa nafsunya akan Tuhan, tidak jauh beda dengan yang beriman terhadap hantu..., mereka hanya sedang mentauhidkan berhala, bukan mentauhidkan Tuhan, Dharma, Sang Kebenaran...