Dulu, waktu saya masih beriman wong KAE adalah jodohku, saya ini kerapkali mendengar dia mengucapkan salam sambil mengetuk pintu rumahku, tapi setelah kujawab dan pintu kubukakan, ternyata tidak ada siapa-siapa..., pernah melihat dia berjalan di antara keramaian pasar, tapi setelah kupanggil dan kudekati, ternyata bukan dia..., pernah juga melihatnya pesam-pesem kedap-kedip ngguya-ngguyu di depanku, tapi setelah kukedipkan mata, dia tiba-tiba menghilang tanpa bekas.
Agama, di satu sisi mengklaim sebagai kebenaran mutlak tapi di sisi lain justru menjadikan iman sebagai tuntutan utama. Itu adalah sesuatu yang janggal, ironis, kontradiktif, sarkastis. Sebab justru imanlah penghalang terbesar kita dari memahami kebenaran. Tidak mungkin kebenaran hakiki dipahami dengan mewirid atau membesarkan sesuatu yang harga atau tebusannya jelas adalah melemah, tertutup dan bahkan matinya sumber daya utama kita memahami kebenaran, akal dan hati kita. Yang dituntut agama seharusnya "laku" penguasaan ego sebab jika ego terkuasai, kebenaran akan tampak, tanpa perlu klaim, indoktrinasi, janji surga atau ancaman neraka. Tuntutan akan iman hanya mencerminkan lemahnya dasar suatu klaim kebenaran sehingga harus ditopang dengan dilemahkannya kemampuan pemercayanya memahaminya, tidak lebih dari itu.
Iman adalah energi yang POLOS dan TANPA DOSA, tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, apapun yang diimani-ditanamkan akan berusaha direalitaskan-diwujudkannya tanpa syarat. Mengimani Tuhan sebagai yang maha kuasa akan memiliki dampak mental-spiritual yang sama dengan mengimani BOTOL atau batu cincin dengan maha yang sama..., mengimami Tuhan sebagai yang maha ASYIK tidak lebih rendah daripada mengimaninya sebagai yang maha agung, maha perkasa, maha keras, maha tinggi maha mulia dan sebagainya.
Memang, jika iman dibatasi-diarahkan hanya untuk sesuatu yang masih dalam jangkauan fakta-realitas, potensi, bakat atau kekuatan kita, iman akan menjadi berkah, akan sangat membantu kita mencapai apa-apa yang kita inginkan. Tapi saat iman diarahkan-dipaksa untuk mengimani sesuatu yang di luar itu, semisal mengimani klenik atau tahayyul (termasuk di dalamnya klenik-tahayyul agama dan Tuhan), iman akan menjadi azab, kutukan, bumerang, akan memberontak dan menipu, dia bukannya akan membawa kita pada kebenaran yang sesungguhnya melainkan hanya akan membuat apapun terasa dan tampak sebagai kebenaran termasuk kesesatan atau kejahatan terkeji sekalipun..., dia bukannya akan membantu mewujudkan apa-apa yang kita inginkan malah justru menciptakan ilusi-perasaan kalau kita telah mencapai apa-apa yang kita inginkan, membuat otak kita rusak, mengalami delusi dan halusinasi hebat. Pernah melihat orang yang ngaku-ngaku Nabi, Wali, Sheikh, Ustad, Mujahid dll...?, atau pernah melihat orang mengaku mencium bau wangi dari tubuh teroris, melihatnya dimandikan malaikat atau bidadari..?, itulah contoh dramatis akibat dari kegagalan orang menjaga, mengarahkan atau membatasi imannya.
Untung saya dulu cuman mengimani wong KAE adalah jodohku, coba seandainya saya mengimani diri saya pantas menjadi Nabi atau Wali (akibat rajinnya beribadah), mungkin saya akan didatangi malaikat, memberi saya wahyu, menunjuk menjadi Nabi atau Wali.., saya kemudian meminta seluruh umat manusia mengimani dan mengikuti saya, kalau enggak mau, akan saya ancam tak ceburin ke neraka...! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar