Sabtu, 23 Februari 2019

Tuhan, Menciptakan atau Diciptakan?



Ego atau hawa nafsu tidaklah didesain sebagai alat untuk memahami atau mengenali hakikat kebenaran. Orang-orang egois bagaimanapun relijiusnya tidak akan mungkin sampai pada kebenaran bagaimanapun keras mereka merasa dan mengklaim itu. Mereka hanya akan sampai pada ilusi-delusi-halusinasi akan kebenaran. Ego hanya didesain untuk menopang eksistensi fisik-ragawi-duniawi kita-memberi petunjuk dan kekuatan kita untuk mewujudkan apa-apa yang kita inginkan, dia hanya membawa kita pada apa yang paling nikmat, menguntungkan dan menyenangkan.

Salah satu produk terbesar dan terdramatis ego kita-manusia adalah sosok Tuhan atau dewa-dewa, sulit bagi ego kita menolak pesonanya. Dia sejatinya tidak (benar) ada, dia menjadi ada semata karena kita mewiridkan-mengafirmasikan dia ada. Wirid-afirmasi yang kita lakukan terus-menerus itu pada akhirnya akan membentuk-menciptakan "khodam", spirit, vibrasi, memori atau energi "ketuhanan" yang deskripsi, sifat-sifat, kehendak berikut kekuatannya sepenuhnya bergantung pada iman, angan-angan, kebutuhan, keinginan atau budaya kita-pewirid atau pengafirmasinya. Bagi masyarakat Jawa yang agraris, sangat wajar kemudian muncul Dewi Sri (dewi padi) sebagai sesembahan terpenting, memang itulah yang paling dibutuhkan orang Jawa..., bagi masyarakat primitif yang senang berperang, dewa peranglah yang pasti akan muncul dan dominan dipuja..., pun dengan masyarakat yang terobsesi dengan kekayaan atau kemakmuran, dewa kekayaanlah yang akan menjadi rajanya para dewa. Dalam batas tertentu, semua kepercayaaan itu (mungkin) baik dan menguntungkan asal ditempatkan pada konteks-latar belakang yang benar-sesuai. Menjadi salah besar kalau ada orang Jawa malah memuja Tuhan yang secara esensi jelas adalah dewa perang atau ada orang Arab malah memuja Dewi Sri. Bagaimanapun, karena kepercayaan pada sosok-sosok itu adalah produk ego, tetaplah akan sangat sulit bahkan tidak mungkin bisa diverifikasi kebenarannya, yang bisa diharapkan darinya paling tinggi hanya sebatas kebaikan atau kemaslahatan saja.

Tuhan seperti apa yang kita ciptakan-percaya-sembah pada akhirnya akan membentuk siapa diri kita, dialah yang akan "manunggal" dengan diri kita, membimbing dan merahmati kita. Kalau kita bisa memilih menciptakan-mempercayai-menyembah Tuhan sebagai sosok yang maha pengasih dan penyayang, sabar, lembut, pemaaf, baik hati dan tidak sombong, Tuhan yang sesuai dengan kebutuhan-kondisi spesifik kita, adalah suatu kekonyolan, kejahilan dan kezaliman besar kalau kita justru ngotot memilih-menciptakan-mempercayai-menyembah Tuhan sebagai sosok egois, fasis, seksis, bengis, keras, pemarah, pembenci, pendendam, pengazab, Tuhan antah berantah sebagaimana Tuhannya wong-wong soleh KAE...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar