Minggu, 25 September 2016

Agama dan Ego





Mengapa banyak orang relijius-fundamentalis hidupnya selalu tampak serius, kaku, sensitif, labil, emosional, mudah marah, tidak punya selera humor sama sekali..., intinya, mereka selalu hidup dalam cekaman ketakutan dan ketegangan...?. Yang santai, humoris, fleksibel, moderat seperti yang terjadi pada orang-orang Sufi malah biasanya dihakimi sesat, dibid'ahkan, disyirikkan bahkan dikafirkan, dituduh sedang menjadikan Tuhan atau agama sebagai permainan atau olok-olok.


Karena mereka sebenarnya tidak sedang menyembah-memuliakan-berusaha memahami Tuhan tapi hanya sedang berusaha "menciptakan" Tuhan yang wujud, sifat dan kehendaknya disesuaikan dengan pikiran, prasangka, harapan dan ego-hawa nafsu mereka sendiri. Mereka sedang menciptakan berhala tak berwujud tapi memiliki kekuatan lebih dahsyat dari berhala berwujud manapun.


Rasa takut-tegang, terteror akan membuat kesadaran lahir-batin kita melemah. Konsekwensinya, pada saat itu, kita menjadi indoctrinable, afirmable, hypnotise-able, mudah didoktrin, dicuci-otak, mudah dikuasai pikiran-perasaan-pandangan kita sendiri atau orang lain, mudah "diisi" prasangka-tahayyul, "berhala" bagaimanapun salah dan tidak masuk akalnya itu.

Kebanyakan orang relijius selalu tampak serius, tegang, kaku, labil, emosional, mudah marah, tidak punya selera humor tujuannya jelas, agar "ritual" mereka "menciptakan" Tuhan tidak terganggu siapapun. Sesuatu yang sangat ironis, sebab itu adalah bentuk paling ekstrim dari pensyirikan, penyembahan berhala, penyembahan ego-hawa nafsu tapi dikira dan dirasakan sebagai upaya paling sempurna dari pentauhidan-pengesaan Tuhan...

Sabtu, 24 September 2016

Kadal Arab




Saya memiliki tetangga seorang penjual jamu atau obat tradisional. Aneka jamu-obat tradisional dijualnya, dari yang biasa saja, yang eksotis hingga yang "nggilani" disediakannya. Salah satu obat-jamu yang cukup laris adalah "kadal Arab". Konon kabarnya, kadal ini mampu membuat lelaki mendadak njemprak alias menjadi perkasa seketika, senggol bangun, mampu membahagiakan istri pokoknya. Banyak bapak-bapak berkunjung, banyak pula kesaksian yang membenarkan khasiatnya.


Pertanyaannya, benarkah kadal Arab itu memang betul terbukti berkhasiat secara medis-ilmiah...?. Saya benar-benar tidak yakin..., hampir pasti khasiat kadal Arab itu sebagian besar disumbangkan kata "Arab" di belakangnya. Sangat banyak orang kita "beriman" kalau Arab dan segala hal yang terkait dan berasal darinya itu pasti hebat, benar, keramat, barokah..., hingga bahkan ada orang yang menganggap diperkosa Arab saja barokah. Iman itu menciptakan sugesti, placebo yang membuat apapun prasangka-pikiran-harapan-bagaimanapun tidak masuk akalnya bisa mewujud menjadi realitas termasuk prasangka-pikiran-harapan menjadi mendadak njemprak hanya dengan mengkonsumsi kadal Arab.


Kenyataan itu cukup jadi cermin kalau iman tidak punya korelasi apapun dengan kebenaran, bahkan sebaliknya, menjadi penghalang terbesar kita memahami kebenaran. Iman hanya punya korelasi dengan motivasi, energi yang diperlukan kita untuk memanipulasi diri dan lingkungan kita...

Agama, Jimat dan Mantra





Mengapa semua pendiri dan pengikut agama-agama selalu menciptakan pakaian, aksesoris, tempat berdoa/beribadah dan bahasa khusus keagamaan...?.


Karena fungsi "praktis-pragmatis" agama-agama apapun syariat, teori dan klaimnya sebenarnya cuman satu, metode kita bermeditasi, membuat jimat dan mantra, alat bantu menggapai "kesadaran", mengakses, menimbun dan meresonansikan energi spiritual kita.


Berdoa dengan pakaian, aksesoris, tempat, dan bahasa yang khusus/sama secara terus-menerus akan membuat kita lebih mudah khusuk/meditatif, sebab otak kita tidak lagi perlu merespon/memikirkan apa-apa yang dilihat indra kita. Doa yang khusuk/meditatif akan berarti "shortcut", akses cepat dan mudah ke alam bawah sadar kita, tempatnya petunjuk-kekuatan.


Pakaian, aksesoris dan tempat yang terus-menerus digunakan berdoa pada akhirnya akan menjadi "jimat" yang penuh energi, menjadi keramat atau bertuah, disadari ataupun tidak..., mereka menjadi "celengan" energi yang memberi kita kekuatan. Bahasa doa yang sama yang terus-menerus digunakan pada akhirnya akan menjadi mantra-wirid yang akan meresonansikan-melipatgandakan kekuatan doa kita.


Karena realitas itulah, saling tuduh orang lain sesat atau syirik itu konyol, sebab semua umat beragama melakukan hal yang sama, bermeditasi, membuat jimat dan merapal mantra, hanya "bajunya" saja yang berbeda. Orang baru terbebas dari syirik saat dia sudah mampu membebaskan "rasa" relijius-spiritualnya dari ketergantungan pada benda, pada pakaian, aksesoris, tempat dan bahasa khusus keagamaan..., orang yang mampu menjadikan semua tempat di bumi ini sebagai tempat "suci"..., orang yang menyadari kalau Tuhan itu ada dimanapun tempat, tidak hanya di masjid, gereja, kuil, gunung atau lautan..., orang yang mampu tetap khusuk berdoa dengan pakaian, tempat dan bahasa apapun yang digunakan...


Senin, 19 September 2016

Jebakan Jimat




Jaman saya ABG dulu, saya memiliki sebuah jimat. Konon jimat saya itu akan membuat yang membawanya jadi berwibawa, terhindar dari musibah, lancar rejeki hingga bahkan dirubung cewek. Gara-gara "iman" saya kepada jimat itu, tragis, saya jadi "gila", mengalami delusi, fobia bahkan paranoia parah, hidup jadi terbelenggu-terpenjara, saya jadi gak berani kemana-mana kalau jimat itu tidak saya bawa, seolah kalau saya gak bawa jimat itu berikut mengikuti "syariatnya", saya akan celaka, seret rejeki, dibenci orang, ditolak cinta dsb.


Entah karena Tuhan masih sayang saya atau sebab lain, suatu hari jimat saya itu hilang. Awalnya siech dunia terasa bagai runtuh, ada rasa takut, waswas, putus asa, depresi yang menyeruak, saya menjalani hari seperti zombie, gak ada semangat, gak antusias, pokoknya asal jalan saja, asal "gugur kewajiban", saya berfikir, habis sudah nasib saya. Tapi seiring berjalannya waktu, saya perhatikan-rasakan kalau ternyata, tidak ada perubahan apapun menimpa saya setelah jimat itu hilang, nasib saya masih sama seperti sebelumnya, demikian juga sikap dan pandangan orang-orang dan cewek-cewek, tidak menjadi merendahkan, memusuhi atau membenci saya sebagaimana yang saya prasangkakan. Hingga akhirnya saya sadar sepenuhnya kalau jimat yang dulu saya percaya kehebatannya, sejatinya tidak lebih dari belenggu, penjara yang membunuh akal dan nurani saya, justru setelah jimat itu hilang, saya merasa tercerahkan, hidup jadi lebih bebas, tidak lagi dicekam kekhawatiran jika tidak membawa jimat itu berikut aturan dan amalannya.


Dampak jimat yang saya alami itu hanyalah satu contoh betapa sebuah kepercayaan-afirmasi-kebiasaan sekalipun sangat salah bisa sangat mempengaruhi alam pikiran kita, merusak akal, menutup hati, mencandu, membuat kita "sakau" saat kehilangan atau berusaha merubahnya. Contoh lain adalah rokok, alkohol, (fanatisme) agama, narkotik, pornografi, wanita..., saat kita jatuh dalam cekamannya, kita mabuk, mengalami delusi, fobia dan paranoia, seolah dunia akan runtuh jika kita tidak terus berada dalam cekamannya, padahal saat kita berhasil lepas darinya, kita pasti akan merasa tercerahkan, bebas dari belenggu yang selama ini kita kira kenikmatan, kebenaran atau pahlawan...

Prasangka Mengubah Realita





Pendita Durna, guru para Kurawa dan Pandawa, disebabkan godaan harta dan tahta, dia memilih memihak Kurawa yang jahat tapi kaya raya dan berkuasa dibanding Pandawa yang benar tapi tidak punya apa-apa. Pemihakannya itu membuat seumur hidup Pendita Durna dipenuhi upaya membinasakan Pandawa terutama Werkudara. Berbagai cara ditempuh, dari meracunnya, mengadu dombanya, menyuruhnya pergi ke hutan belantara, puncak gunung, hingga ke dasar lautan, tujuannya satu, agar Werkudara binasa.


Werkudara seorang murid yang setia, sekalipun terlihat sangat jelas niat jahat gurunya, dia tetap bersikap dan berprasangka baik terhadapnya, dia selalu patuh terhadap perintah apapun yang diberikan gurunya, puncaknya saat dia diperintahkan pergi ke dasar lautan untuk mendapatkan ilmu "sangkan paraning dumadi", dia jalankan tanpa ragu, tanpa banyak berfikir, padahal semua saudaranya, ibunya sampai Kresna, orang yang sangat cerdas dan dipercayanya mengingatkan dia kalau niat gurunya itu semata hanyalah agar dia binasa, tidak ada apa-apa di dasar lautan, termasuk ilmu yang dikatakan Pendita Durna itu.


Niat jahat akan kalah oleh prasangka baik, nyatanya, semua intrik-tipu daya Pendita Durna agar Werkudara binasa tidak pernah berhasil, bahkan sebaliknya, selalu menjadi pintu, sebab bagi didapatnya anugrah, ilmu, kesaktian bahkan pencerahan bagi Werkudara. Begitupun saat Werkudara disuruh pergi ke dasar lautan, bukannya mati tenggelam atau dimangsa ikan buas seperti yang diharapkan Pendita Durna, sebaliknya, malah membuatnya bertemu dengan Dewa Ruci, guru sejatinya, "Gusti" yang bersemayam di dalam dirinya, dia mengalami pencerahan.


Tuhan-alam semesta selalu punya jalannya sendiri agar dunia ini tetap selaras, bahkan setanpun adalah "piranti" untuk mencapai itu. Bencilah orang sekedarnya saja. Secara lahir, Pendita Durna mungkin adalah "setan", sejahat-jahatnya orang, tapi secara hakikat, dialah justru orang yang menempa Werkudara dan Pandawa sehingga mencapai kekuatan, kebesaran dan kemuliaannya, tanpa kejahatan Pendita Durna, Werkudara dan Pandawa bukanlah siapa-siapa, tidak akan pernah muncul sebagai orang-orang luar biasa.


Beruntunglah orang-orang yang sedang memerankan diri sebagai Werkudara, merugilah orang yang memerankan Pendita Durna. Sikap, niat dan prasangka baik adalah energi yang akan mampu membelokkan keburukan menjadi kebaikan. "Jubah" Pendita tanpa diikuti kemampuan mengendalikan ego-hawa nafsu, tanpa "eling lan waspada" hanya akan membuat pemakainya menjadi pecundang dunia, gagal memahami apa-apa yang maslahat bahkan untuk dirinya sendiri...