Senin, 11 Juli 2016

Penjara Berdinding Emas




Dulu saya pernah mengalami kecanduan TV terutama acara berita kriminal dan sinetron berseri, sehari saja tidak nonton acara itu, gelisah luar biasa, terlewatkan satu seri saja dari sinetron kesukaanku, dunia serasa mau runtuh. Aktifitas penting apapun hampir pasti akan kutinggalkan kalau waktunya bersamaan dengan acara TV kesukaanku itu.


Dulu saya pernah mengalami kecanduan komputer, saking mencandunya, menyalakan komputer itu sudah jadi reflek, bangun tidur pasti langsung menyalakan komputer, pun demikian saat ada waktu senggang, hampir pasti larinya ke komputer. Saya menjadi perfeksionis parah, pokoknya kalau komputerku belum yang tercepat atau yang terkeren, belum puas, sedikit saja ditemukan ketidakberesan pada komputerku, pasti membuatku tak bisa tidur, 24 jam nonstop nongkrong di depan komputer itu sudah biasa. Saya juga mengalami paranoia parah, takut sekali komputerku terkena virus atau data-data di dalamnya hilang, belum tenang hati ini sebelum tiap Byte data di komputer di back-up.


Dulu saya pernah mengalami KECANDUAN AGAMA, hidup dalam delusi berat, dipenuhi khayalan, prasangka, fobia, paranoia, amarah dan kebencian. Saya menjadi orang yang hyper-egois, hyper-sensitif, hyper-emosional. Melihat gereja membuat tekanan darah naik, ingin sekali membakarnya, melihat babi atau anjing serasa melihat setan, ingin sekali membantainya, melihat wanita berpakaian seksi kurasakan sebagai menghina Islam, ingin sekali menghajarnya. Bahkan mereka yang tidak mau membeli dagangan saya atau menolak cinta saya, kuhakimi sebagai fasik, munafik, anti Islam, sebaik apapun orangnya. Pokoknya, orang yang tidak suka saya, tidak mau mengikuti pendapat, keinginan dan agama saya, kuanggap setan, musuh yang harus didebat habis, ditekan, dipaksa, ditindas, kalau perlu dihabisi. Banyaknya simbol-simbol Islam yang kulekatkan pada diri ini waktu itu membuatku "gila", mabuk berat, kehilangan kesadaran, nalar dan nurani, membuatku tak bisa lagi membedakan antara saya dan Islam, saya adalah Islam dan Islam adalah saya, siapa yang tidak suka saya berarti tidak suka Islam.

Sudah 14 tahunan saya hampir tidak pernah nonton TV, sudah 3 tahun ini saya tidak menyentuh komputer sama sekali, sudah 10 tahun lebih saya menjauh dari teks-doktrin agama. Ternyata tidak nonton TV, main komputer atau mabuk agama, tidak sesengsara yang saya kira. Ternyata, senikmat-nikmatnya nonton TV, main komputer atau mabuk agama, masih lebih nikmat terbebas dari "belenggu" itu semua. Hidup jadi lebih santai, lebih bebas, lebih "adil" dan lebih "manusiawi". Ternyata, kenikmatan, ketenangan, keindahan, kesyahduan, ketakutan, kegelisahan, prasangka, amarah, kebencian yang dulu begitu dramatis dirasakan, sejatinya tidak lebih dari ilusi belaka, tipuan hawa nafsu-indra-daging kita.

Sekarang saya jadi mengerti, mengapa Jalaluddin Rumi-puluhan tahun belajar teks agama langsung mengabaikannya hanya karena semalam belajar tasawuf. Sekarang saya jadi mengerti, mengapa Yesus pernah mengatakan "Lebih mudah bagi seekor unta masuk lubang jarum daripada orang kaya masuk syurga" atau Muhammad berdoa "Ya Allah, hidupkanlah aku bersama orang miskin, mati dalam keadaan miskin dan masuk syurga bersama orang miskin". Kemelekatan-kemabukan-ketidaksadaran adalah kuncinya, teks-doktrin agama dan harta jelas adalah sebab-sebab utama kemelekatan-kemabukan-ketidaksadaran.

Kemelekatan-kemabukan-ketidaksadaran adalah penjara berdinding emas, bagaimanapun tampak indahnya itu, tetap tak sebanding dengan "harga-tebusan" yang harus kita bayar yaitu berupa hilangnya kebebasan kita, "penglihatan" kita, pengetahuan kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar