Jumat, 12 April 2019

Tiada Tuhan tanpa Pengendalian Ego



Waktu masih relijius dulu, saya ini, setiap kali melihat ada orang atau negri kafir tampak baik, damai, pintar, maju, kaya, bukannya berbesar hati mengapresiasi malah selalu timbul "rasa sakit yang tak terungkap"..., bukannya memicu introspeksi-menjadikannya pelajaran berharga, malah justru membuatku makin "ngombro-ombro angkoro", berusaha menyangkal-menipu diri hingga bahkan menghakimi. Saya yakin begitu juga yang terjadi dengan orang relijius lain.


Kafir memang sengaja dibuai-dijerumuskan Allah dengan "dunia", tujuannya agar mereka kelak masuk neraka, itulah salah satu dalil yang biasa kugunakan untuk menghibur diri..., atau, Allah sudah menentukan kalau dunia adalah surga bagi kafir dan neraka bagi Muslim..., kafir itu hanya pura-pura baik, hatinya pasti jahat terutama terhadap Muslim..., kafir menjadi kaya dan maju pasti karena menghalalkan segala cara, mereka tidak mengenal halal-haram, baik-buruk, benar-salah..., dan lain-lain pikiran jahil dan zalimku.


Orang yang sungguh-sungguh beragama-menyembah Tuhan pada akhirnya akan sampai pada satu "titik" Tuhan yang sama, akan memahami apa itu tauhid, "Ketuhanan Yang Maha Esa" atau "Bhinneka Tunggal Ika." Nama dan sosok Tuhan dalam agama-agama hanyalah alat, wasilah atau jimat yang "keampuhan" atau efektifitasnya menghubungkan dengan Tuhan hakiki bergantung pada bagaimana itu mampu menurunkan ego pemercaya atau penyembahnya-pada bagaimana itu mampu menguatkan nalar, membukakan pintu hati pemercaya-penyembahnya.


Tidak ada artinya perasaan atau klaim hanya Tuhan kitalah yang benar jika nyatanya itu tidak membawa pada pelemahan ego..., Tuhan kita itu tetap akan kalah perkasa, kalah kuasa, kalah besar, kalah baik, tidak akan mampu memberkahi-membimbing kita dibanding Tuhannya orang-orang yang kita anggap salah, sesat, kafir tapi nyatanya mampu membuat ego mereka melemah.


Kita kalah baik, kalah damai, pintar, maju, kaya, jelas karena memang kita kalah diberkahi-dibimbing..., dan itu jelas sebabnya, karena kita kalah dalam cara bertuhan dengan benar. Tidak usahlah terus ngeles, menyangkalnya..., kalau nyatanya hati kecil kita masih menganggap ITU sesuatu yang penting, kita harusnya jujur mengakui...

Rabu, 03 April 2019

Antara Tuhan dan Angan-Angan



Pernah pada suatu malam, guru saya mengajak beberapa muridnya (termasuk saya) bermeditasi di sebuah tempat yang kelihatannya angker. Setelah beberapa jam bermeditasi, satu-persatu murid kemudian ditanya apa yang mereka lihat. Ada yang menjawab melihat ular besar, ada yang menjawab melihat tuyul, gendruwo..., dan ada juga yang menjawab tidak melihat apa-apa, termasuk saya. Saya jelas kecewa, jadi merasa tidak berbakat melihat hantu, jin, setan dan hal-hal ghaib lainnya, kemampuan yang waktu itu saya idamkan. Tapi kemudian guru saya mengatakan, justru yang tidak melihat apa-apalah yang berbakat melihat kebenaran yang lebih tinggi, tempat ini tidak ada apa-apanya, ular, tuyul, gendruwo dll itu hanyalah produk angan-angan mereka saja, indra-pikiran mereka terdistorsi wujud tempat ini yang tampak angker.


Pun sebenarnya seperti itulah yang terjadi pada banyak orang relijius sekarang, hanya karena melihat ayat atau teks-teks agama yang tampak "angker", mereka lantas menyimpulkan Tuhan juga pasti angker. Kegagalan mereka mengendalikan angan-angan, prasangka, hawa nafsunya, telah memunculkan ilusi-delusi bahkan halusinasi akan Tuhan (yang benar). Tidak mungkin Tuhan itu pemarah, pembenci, pendendam, pengazab, egois, rasis, seksis, fasis..., itu hanya Tuhan "hantu" yang diciptakan mereka sendiri, persis seperti ular besar, tuyul, gendruwo dll yang "diciptakan" teman-teman saya itu dulu.


Tuhan (jikapun ada) itu akan seperti alam semesta ini, netral saja..., seperti gunung berapi, jika kita mampu membaca-menyesuaikan diri dengan sifat-sifat dan kehendak hakikinya, gunung berapi akan menjadi rahmat, akan memberi kita tanah yang subur, air yang bersih, udara yang nyaman dan pemandangan yang indah, tapi jika kita gagal "mengerti", gunung berapi pada satu waktu pasti akan menjadi azab yang membinasakan kita.


Apakah ibadah akan membuat kita "dirahmati" dan maksiat "diazab" Tuhan-alam semesta ini...?. Belum tentu..., ibadah akan menghindarkan kita dari azab hanya jika itu meningkatkan "eling lan waspada" kita, kesadaran-makrifat kita, kemampuan membaca sifat dan kehendak Tuhan-alam semesta ini..., sebaliknya, perbuatan yang tampak, dihakimi dan dihukumi semaksiat apapun (oleh suatu agama atau seseorang) tapi kalau nyatanya itu tak membuat orang "mabuk", tetap takkan membawa orang itu pada "benturan" dengan Tuhan-alam semesta ini.


Masalahnya sekarang, banyak orang makin banyak beribadah tapi justru kewaspadaan-kesadaran-makrifatnya malah makin melemah dan menurun, tak jauh beda dengan mereka yang bermaksiat, tragis sebenarnya, sebab pasti-pada akhirnya, justru ibadah-agama merekalah yang akan mendatangkan AZAB..., tepat sekali perkataan Asy-Syadzily, "maksiat bersembunyi dibalik taat"...

Senin, 01 April 2019

Tuhan dan Pohon Elo Itu...



Di seberang jalan depan rumahku, dulu ada sebatang pohon Elo raksasa yang dikeramatkan warga. Konon kabarnya, air sadapan pohon itu mampu menyembuhkan segala penyakit. Tiap pagi menjelang subuh, ada saja orang yang menyadap airnya, bahkan di hari-hari tertentu, ada orang yang membakar kemenyan dan bermeditasi. Banyak orang mengaku sembuh sakitnya setelah minum air sadapan pohon itu.


Pertanyaannya, betulkah sakit mereka sembuh disebabkan khasiat nyata air pohon itu...?. Saya benar-benar tidak yakin, paling mungkin mereka sembuh disebabkan iman kuat mereka atas khasiat air pohon itu..., iman yang akhirnya membuat pohon itu lama kelamaan berubah menjadi "Dewa" atau "Tuhan", lengkap dengan kuasa yang dikehendaki warga, yang maha menyembuhkan.


Kehendak atau tuntutan kalau Tuhan mesti diimani, dibela, dimuliakan atau disembah itu menunjukkan kalau Tuhan (sebagaimana digambarkan-ditawarkan agama-agama) itu jelas sebenarnya pada akhirnya akan menjadi 100% ciptaan manusia..., tidak jauh beda dengan yang terjadi pada pohon Elo itu, iman yang terus-menerus diwirid atasnya membuatnya akhirnya berubah menjadi "Elo yang maha kuasa", "Elo yang maha menyembuhkan", menjadi Dewa-Tuhan secara de facto.


Mengimani, membela, memuliakan, menyembah adalah energi, semakin banyak kita melakukannya (terhadap obyek apapun) akan semakin banyak pula energi yang akan tertimbun..., konsekwensinya, akan semakin kuat-maha kuasa pula obyek yang kita imani, bela, muliakan, sembah itu---semakin mampu menghubungkan kita dengan kekuatan bawah sadar kita. Keris, batu cincin atau bahkan BOTOL yang sungguh-sungguh kita imani, bela, muliakan, sembah, akan lebih berkuasa dibanding Tuhan yang maha esa, tinggi, agung, besar, perkasa, tapi tidak kita imani dengan sungguh-sungguh.


Kalau yang ingin kita cari-dapatkan adalah ENERGI-sarana memenuhi EGO kita, mengimani, membela, memuliakan, menyembah obyek yang kita anggap tinggi, memang adalah cara termudah kita mendapatkannya..., tapi kalau yang ingin kita cari-dapatkan adalah KEBENARAN, justru itulah yang paling harus kita hindari..., energi itu sama dengan harta, tahta atau wanita, "meteng-metengi jagad", semakin kita terobsesi dan terfokus padanya, akan semakin susah kita untuk jernih dan adil, melihat yang benar...