Pandawa mengalami keraguan hebat saat perang Mahabarata hendak dimulai, mereka tidak tega harus berbunuh-bunuhan dengan saudara dan guru-gurunya sendiri, jiwa panditanya terus memberontak. Baru setelah dinasihati dan dihasut habis-habisan oleh Kresna, pelindungnya, jiwa ksatria Pandawa tergugah. Pandawa adalah ksatria yang harus kukuh memenuhi kewajibannya sebagai ksatria, tidak boleh terlalu melibatkan rasa dan hati, begitu nasihat utama Kresna.
Pandawa adalah "ksatria pinandita", nyatanya toh mereka tetap harus melepas "baju" panditanya saat berperang untuk kemudian sepenuhnya menjadi ksatria. Tidak ada perang di jalan Tuhan atau perang suci sebab saat kita berperang, semua jalan Tuhan sudah tidak mungkin bisa dilihat lagi, kita terlepas dari keterhubungan dengannya. Orang kalau masih bertuhan saat berperang, pasti akan kalah bahkan sekedar memulai berperang saja tidak akan mau, seperti Pandawa saat hendak memulai perang baratayuda. Semua perang bahkan perang dalam rangka membela diri atau membela kebenaran membutuhkan setan sebagai "bahan bakar" agar energi kita menjadi fokus dan maksimal, tidak ada yang melemahkan, mengganggu dan membajak termasuk (suara-suara) Tuhan.
Perang adalah tugas dan kewajiban para "ksatria" yang menjadikan pembangunan kekuatan (otot) sebagai "wirid" atau "tarikat" utama, bukan kewajiban para "pandita" atau ulama yang menjadikan keterhubungan dengan kebenaran (hati-Tuhan) sebagai tarikat utama. Kewajiban para pandita adalah perang melawan ego atau hawa nafsunya, dirinya sendiri termasuk perang terhadap hasrat atau keinginan diri untuk berperang (secara fisik), bukan malah sebaliknya, menjadi penghasut utama perang.
Pilih salah satu saja kalau ingin kesempurnaan, menjadi pandita (orang benar) atau ksatria (orang kuat), jangan kemaruk mau dua-duanya, bajunya pandita-ulama-relijius tapi haus perang. Itu hanya menunjukkan kita tengah berbohong, menipu masyarakat, mengatasnamakan Tuhan untuk sesuatu yang jelas adalah "seruling" setan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar