Merasa gembira, bahagia, tenang dan damai karena telah (taat-fanatik) beragama itu tidak menunjukkan kalau anda atau agama yang anda anut itu benar melainkan semata menunjukkan anda telah mengalami adiksi atau KECANDUAN, telah mengalami perubahan, kekacauan dan ketidakseimbangan struktur fisik-kimia otak-tubuh anda.
Itu nilainya sama dengan mereka yang merasa gembira, bahagia, tenang dan damai karena hasratnya untuk merokok, minum alkohol, berjudi, bermain game, membuka media sosial atau bahkan yang lebih ekstrim--memfitnah, menghasut, menindas atau membunuh seperti yang terjadi pada banyak orang relijius sekarang telah terpenuhi. Jangan salah, seorang perokok berat bisa merasa lebih gembira, bahagia, tenang, damai bahkan syahdu atau "spiritual" daripada orang relijius manapun saat hasrat mereka akan rokok terpenuhi, sebaliknya akan "sakau", mengalami sakit-penderitaan keras jika itu tidak atau belum terpenuhi.
Adiksi (termasuk fobia, trauma, paranoia) adalah penghalang besar kita dari memahami realitas-hakikat kebenaran, berlaku adil-proporsional-obyektif. Sayangnya, hampir semua agama justru memicu itu atau bahkan menjadikan itu "wirid" yang wajib dan berusaha terus ditanamkan. Itu membuat umumnya penganut agama menjadi ringkih, mudah terjerumus pada kebodohan dan kezaliman, mudah terhipnotis, tertipu, termanipulasi dan terbudak, atau sebaliknya menghipnotis, menipu, memanipulasi dan memperbudak. Mereka menjadi tidak seimbang dalam merespon-menyikapi dunia, yang kecil dan remeh akan tampak besar dan penting, sebaliknya, yang besar-penting justru menjadi tampak kecil-remeh. Teman saya lebih suka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok daripada makanan, tetangga saya berkali-kali ditipu orang yang penampilan dan gaya bicaranya tampak relijius.
Seorang perokok berat ditunjukkan sebanyak apapun data bahaya rokok pasti akan menyangkalnya keras. Tahu baginya takkan memicu untuk sadar dan mengikuti (apa yang diketahuinya itu). Saya dulu punya teman seorang dokter tapi perokok berat, saat kukritisi kebiasaannya itu, dia menjawab, "saya tahu betul resiko-bahaya merokok dan saya siap menanggungnya jika itu menimpa saya". Pun demikian dengan orang yang sudah kecanduan agama, kebenaran bagi mereka hanya sebatas perasaan dan klaim, hakikatnya merekalah justru penolak terkuat kebenaran. Mereka pasti tahu kalau banyak sekali bagian dari ajaran agama mereka yang tidak sesuai dengan nalar dan nurani mereka, tapi berhubung itu sudah ditanamkan begitu kuat, sudah sampai pada tahap merubah struktur fisik-kimia otak-tubuh, mereka tidak kuasa meninggalkannya.
Mencandulah hanya pada sesuatu yang secara hakiki memang baik bagi diri kita dan umat manusia secara keseluruhan, pada kebenaran. Dan untuk bisa memahami-menggapai itu, kita harus ikhlas melepaskan seluruh kecanduan kita pada yang lain termasuk kecanduan terhadap agama...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar