Sabtu, 28 Mei 2016

Bulan Puasa, Bulan Tapa Brata





Kalau yang kita harapkan dari puasa adalah kemajuan spiritual, puasa itu semakin lama, semakin berat dan semakin banyak godaannya akan semakin baik, semakin menguatkan prana, ma'rifat, kesadaran-pengetahuan lebih tinggi dan kebijaksanaan kita.


Tapi sayang sekali, kebanyakan orang sekarang hanya memandang puasa sebagai kewajiban-beban, pemenuhannyapun hanya sebatas gugur kewajiban, tidak menyentuh esensinya. Akibatnya bisa ditebak, orang menjadi sering "berdagang" dengan puasa, menuntut "untung-kompensasi" yang berlebihan saat berpuasa. Boleh puasa tapi berbukanya harus lebih banyak dan lebih enak..., boleh puasa tapi semua orang harus menghormati, mengerti atau memperlakukan khusus..., boleh puasa tapi boleh bermalas-malasan kalau perlu tidur seharian..., boleh puasa tapi semua godaan harus dihilangkan. Tuntutan kompensasi yang jelas akan membuat puasa kita menjadi seumpama tikus berlari di putaran roda, tidak akan mengantarkan kita kemanapun bagaimanapun capek, lelah dan terkuras uang dan energi yang kita miliki. Manfaat spiritual puasa akan segera terhapus oleh tuntutan kompensasi egoistik kita yang justru lebih besar itu.


Bulan puasa adalah bulan "prihatin", bulan "tapa brata", bulan penguatan prana, ma'rifat, kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita, kebijaksanaan kita, bulan pembelengguan setan-hawa nafsu. Jika karena berpuasa kita justru menuntut kompensasi yang hakikatnya adalah angkara murka, bukannya setan yang akan terbelenggu tapi sebaliknya, kita sendirilah-hati kita yang akan terbelenggu, sementara setan akan "terlepas" dan sulit dikenali, maklum, dia telah dipakaikan "baju" Tuhan. Setan adalah lambang-personifikasi ego-hawa nafsu lahiriah kita...

Kamis, 26 Mei 2016

Ketakutan Adalah Belenggu Akal dan Jiwa





Waktu masih bekerja di sebuah klinik kesehatan, dulu saya pernah menjumpai pasien yang tidak mempan alias kebal saat disuntik, berusaha dengan cara dan metode apapun, jarum suntik tetap tak mampu menembus kulitnya. Setelah sedikit saya usut, dia mengaku kalau sejak kecil sangat takut-trauma dengan jarum suntik. Ironis juga, kalau kebal bacok atau kebal penyakit tentu malah bagus, kalau cuman kebal jarum suntik untuk apa...?, itu kan sama saja dengan dia sedang menolak obat, keadaan yang membuat hidupnya menjadi lebih susah, dan rentan-beresiko.


Kasus lain, dulu saya punya teman kost yang sangat takut dengan babi, cuman melihat babi di TV saja wajahnya langsung pucat, perut mual, bahkan bisa muntah kalau melihatnya pas sedang makan. Pernah suatu kali dia lagi makan mie, tiba-tiba langsung lari tunggang langgang ke kamar mandi saat tiba-tiba di TV yang dia tonton nongol babi. Penanaman-indoktrinasi berlebihan dia kalau babi itu kotor, najis dan haram telah merusak otaknya, membuatnya tersiksa luar biasa, memandang babi sebagai monster mengerikan. Kalau takut dengan singa, ular atau buaya tentu wajar dan ada gunanya, kalau cuman takut dengan babi, untuk apa...?.


Takut memang sesuatu yang wajar, itu bagian dari mekanisme pertahanan diri, menjadi tidak wajar jika takut itu dijadikan doktrin yang terus-menerus ditanamkan-diafirmasikan, karena pasti, itu akan membuat tubuh dan mental kita menjadi tidak obyektif-proporsional dalam menanggapi-bereaksi terhadapnya, membuat kita jadi sering "terpenjara", disesatkan-dijerumuskan tubuh-otak kita sendiri, mengalami fobia, trauma hingga paranoia untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya.


Politisi dan agamawan yang gemar menebar-menghasut-mendoktrin ketakutan (terhadap Yahudi, China, asing, Amerika, Syiah, "kafir", wanita, kapitalisme, komunisme, liberalisme, demokrasi dll) itu bukan pahlawan yang ingin menyelamatkan kita melainkan "agressor" yang ingin menyerang, merusak dan menguasai alam bawah sadar kita...

Minggu, 15 Mei 2016

Yang Menggunakan Hati, Terberkati





Rejeki tidak akan tertukar, jangan egois, jangan serakah, jangan tidak jujur, pergunakan hati.


Saya memiliki seorang teman sopir mikrolet, ada sesuatu yang patut dicontoh dari dia, dia sangat santai, sopan bahkan lugu dalam menjalankan mikroletnya, tidak seperti sopir lainnya yang sering kasar, "beringas" dan semaunya sendiri. Dia tidak pernah ngetem lama atau ngebut, menyalip temannya aja rikuh katanya, pokoknya kalau jatahnya jalan dia akan jalan, bahkan jikapun hanya membawa satu orang penumpang, dia akan tetap mengantarnya sampai ke tujuan, tidak memindahkan penumpangnya ke mikrolet lain apalagi menurunkannya di tengah jalan untuk kemudian pulang atau berbalik arah. Melihat kesabaran, keluguan dan keikhlasannya kita mungkin akan berfikir dia hanya akan mendapat sedikit uang, kalah dengan teman-temannya yang serba cepat, serba pragmatis, tapi ternyata tidak, dia memperolah penghasilan yang jauh lebih tinggi dari umumnya sopir mikrolet, bahkan dia mampu membangun rumah dan menyekolahkan anak-anaknya dari profesinya itu.


Kisah senada terjadi pada seorang pedagang sembako di kampung sebelah saya..., saya tahu persis, dulu dia hanya berjualan di kios yang kecil dan kumuh tapi dia jujur, konsisten dan tidak serakah, siapapun yang membeli di kiosnya akan dihargai sama dan murah, tidak seperti perilaku umumnya pedagang di daerah saya yang suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, kalau pembelinya tampak asing, barang langka atau kepepet pasti akan dihargai lebih mahal. Dia juga menjual dengan hati, pernah suatu ketika saya kehabisan bensin di tengah jalan, saat mau membeli bensin di tempatnya ternyata stoknya habis, apa yang kemudian dilakukannya...? dia ternyata rela meminjam bensin yang ada di tangki motor tetangganya untuk kemudian dijualnya kepada saya, nampaknya dia tahu, penjual bensin berikutnya masih sangat jauh sementara di depan dan belakang saya tanjakan panjang, tidak menolong saya akan berarti "azab" bagi saya. Pernah juga suatu saat saya membeli lampu di tempatnya, karena sedang mati listrik, lampu itu tidak ditesnya, tapi dia ngomong, kalau nanti di rumah lampunya ternyata tidak nyala, tinggal ditukar saja, nampaknya sekalipun saya orang "asing" dia tetap berprasangka baik, bahkan pedagang di kampung saya, tetangga saya, kenal baik saya saja enggan kok melakukan hal seperti itu, pernah saya mencoba menukar lampu yang dibeli di tokonya yang ternyata mati aja gak boleh, malah diceramahi segala, katanya salah sendiri gak dites dulu, bukan hanya itu, dia kayaknya malah curiga kalau lampu yang akan saya tukar itu lampu lain, bukan lampu yang barusan kubeli di tokonya. Kejujuran, konsistensi dan "hati" yang ada pada pedagang kampung sebelah itu ternyata berdampak luar biasa, kiosnya yang dulu kecil dan kumuh sekarang menjadi besar, menjadi tempat perkulakan, bukan hanya itu, dia bahkan sudah membuka toko baru yang menjual bahan bangunan. Hingga hari ini, kalau saya bepergian kemanapun dan melewati tokonya, hampir pasti saya akan mampir dan membeli di tokonya, kayaknya begitu juga yang terjadi dengan banyak orang selain saya...

Minggu, 01 Mei 2016

Hanya Keyakinan yang Benar yang akan "Menghidupi"

"



Keyakinan yang benar akan menghidupi, keyakinan yang salah minta dihidupi.


Keyakinan yang benar, keyakinan yang didukung segenap unsur di diri kita-lahir batin kita-kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita itu ibarat meyakini kalau matahari akan terbit esok hari, keyakinan yang tanpa keraguan. Keyakinan seperti itulah yang akan menenangkan, membimbing dan "menghidupi" kita, membuat kita selalu ikhlas, sabar, tawakal, dan optimis tanpa perlu direpotkan dengan beragam upaya pencarian alasan penguat, tanpa perlu harus menipu dan membohongi diri atau bahkan memaksa orang lain mengikuti apa yang kita yakini.


Sementara keyakinan yang salah, keyakinan yang tak didukung segenap unsur di diri kita, lahir batin kita-kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita-hanya didukung pikiran, perasaan, prasangka atau hawa nafsu kita itu ibarat keyakinan kalau bumi ini datar atau keyakinan kalau semua orang yang tidak seagama dengan kita itu jahat, keyakinan tahayyul, keyakinan itulah yang justru akan membebani kita, memaksa kita untuk terus "menghidupi" keyakinan itu, memaksa kita untuk terus mencari alasan pembenar keyakinan itu, memaksa kita untuk terus membabi-buta membela kayakinan itu, bahkan memaksa kita untuk merusak fungsi otak kita sehingga tidak mampu lagi menilai apa yang realita dan apa yang fantasi-delusi-halusinasi, apa yang baik dan apa yang jahat.


Hanya keyakinan yang benar yang akan berguna, yang akan membantu kita mengembalikan kekuatan-kekuatan hebat kita, karenanya, sebelum kita meyakini sesuatu, alangkah baiknya kita belajar lebih dulu untuk memahami benar-tidaknya keyakinan itu sekalipun pikiran-prasangka-ego kita begitu kuat "memaksa" kita untuk langsung mempercayainya...