Tuhan, bagaimanapun rumit dan heboh teorinya (menurut agama atau budaya) realitas kehadirannya (dalam diri manusia) tetaplah 100% ciptaan manusia.
Tuhan menjadi ada-hadir karena manusia mengimaninya, memprasangkakannya, mengharapkannya, mengimajinasikan dia ada. Dia obyek yang pada dasarnya tidak ada, atau lebih tepatnya, tidak bisa disosokkan-dijangkau, sekali dia dirasakan ada, bersosok atau bisa dijangkau, sejak saat itulah sebenarnya kita telah terjatuh dalam fiksi-delusi akan Tuhan, kita telah menciptakan berhala tak berwujud yang kemudian diberi label "Tuhan."
Iman, prasangka, harapan, imajinasi adalah energi yang akan mampu menciptakan realitas-realitas baru (sekalipun seringkali semu-virtual) di otak kita termasuk menciptakan realitas "sosok" yang disebut Tuhan. Konsekwensinya, kekuatan Tuhan akan menjadi sepenuhnya tergantung pada kekuatan iman, prasangka, harapan, imajinasi kita-manusia.
Tidak ada gunanya kita berdoa atau bahkan melaknat orang kalau nyatanya kita gagal membangun-mewiridkan iman, prasangka, harapan, imajinasi akan kekuatan-kekuasaan Tuhan hingga ke keseluruhan diri-lapisan kesadaran kita, sel-sel di tubuh kita-jika kita masih fokus pada dogma, perasaan, ego-hawa nafsu kita saat memahami-mewiridkan Tuhan. Kapasitas kita hanya akan bisa mewujudkan keinginan-keinginan kita melalui fisik kita, bukan melalui kekuatan-kekuatan "Ilahiah" kita.
Orang-orang FPI, HTI, Alqaeda, ISIS, Boko Haram, Wahabi dll, tidak akan bisa membuat orang diberkahi atau diazab "Allah" karena doa-doa atau laknatannya, kalau memberkahi atau mengazabnya langsung melalui tangannya malah bisa. Mereka tak punya cukup "tarikat" menciptakan Tuhan ditandai dengan tingginya ego mereka, terlalu dogmatis-lahiriyahnya cara beragama mereka. Sebaliknya seorang Wali atau pertapa suci, tanpa berkata atau berdoa apapun, semua keinginan-pikirannya akan dengan mudah merubah realitas diri seseorang dan alam semesta ini, tapi sekali lagi, itu bukan karena kekuatan-berkah Tuhan melainkan karena kekuatan-berkah dari dirinya sendiri.
Alam semesta ini adalah gambaran sempurna akan Tuhan yang sebenarnya, dia netral, percaya diri, kuat dan otonom. Dia hanya "menitipkan" pola-pola, hukum-hukum-kehendak dasarnya. Jangan serakah mengharapkan dia mewujudkan diri menjadi sosok yang sesuai selera kita. Agama yang benar akan fokus mengajarkan cara memahami pola-pola, hukum-hukum-kehendak dasar itu, bukan malah sibuk menciptakan tahayyul-tahayyul ngawur tentang Tuhan dan kehendaknya, yang wajib dipercaya penganutnya.
Tuhan-alam semesta ini tidak mengazab atau memberkahi manusia, azab dan berkah sepenuhnya diciptakan-akibat dari ulah manusia. Kalau ada orang atau agama menggambarkan Tuhan sebagai sosok pengazab, itu pasti Tuhan palsu, berhala, Tuhan yang diciptakan hanya dari iman, harapan, imajinasi-angan-angan bahkan hawa nafsu belaka. Gempa bumi, tsunami, gunung meletus atau peristiwa alam lain itu bukanlah azab (apalagi karena manusia banyak melakukan maksiat), itu sunatullah, peristiwa alam biasa. Itu berubah menjadi bencana semata karena manusia gagal memahami-menyelaraskan diri dengan pola-pola, hukum-hukum-kehendak dasar alam semesta. Bahkan jika orang di seluruh dunia beriman dan berdoa agar bencana itu tak terjadi, tidak akan bisa mencegahnya terjadi.
Jauh lebih baik bagi kita untuk belajar memahami berikut menyesuaikan diri dengan pola-pola, hukum-hukum-kehendak dasar alam semesta ini, bukan malah memaksanya mengikuti kehendak kita melalui penciptaan sosok Tuhan. Kalau kita tidak ingin tertimpa bencana ya jangan tinggal di tempat yang rawan bencana, bukan dengan berdoa agar itu tak terjadi, akan sia-sia saja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar